BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Disebabkan
karena kurangnya pengetahuan atau pemahaman tentang Islam di antara kaum
muslimin dan adanya propaganda-propaganda Barat untuk menyerang Islam, kedua
hal tersebut menjadikan kaum muslimin dan orang-orang non muslim saat ini salah
memahami konsep Jihad. Jihad yang ditampilkan saat ini diidentikkan dengan
orang yang haus darah (blood thirsty people) untuk menyebarkan Islam dengan
pedang atau berarti usaha untuk penegakan agama Islam atau sebaliknya jihad
adalah suatu konsep untuk membuat suatu bentuk masyarakat yang di dalamnya
terdapat bermacam masyarakat. Sayangnya tidak seorang pun dan dari sekian
ide-ide tersebut yang benar dalam realitas jihad secara Islam.
Jihad adalah
salah satu syi’ar Islam yang terpenting dan merupakan puncak keagungannya. Kedudukan
jihad dalam agama sangat penting dan senantiasa tetap terjaga. Jihad fii
sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat.
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini yaitu :
a.
Untuk mengetahui pengertian tentang Jihad terutama dalam pandangan
Islam.
b.
Untuk mengetahui Cara & Hukum Jihad.
c.
Untuk mengetahui Macam-macam Jihad
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Landasan Teori
Dalam makalah ini kami akan menjelaskan
arti jihad dalam pandangan islam. Khususnya pada kasus-kasus yang biasa terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Apa sajakah yang menjadi dasar-dasar panduan untuk
melakukan jihad. Dalam hal ini apa saja yang disebut jihad akan dijelaskan
secara terperinci.
Jihad di jalan
Allah SWT adakalanya wajib
dengan jiwa dan harta sekaligus, yaitu bagi setiap orang yang mampu dari segi
harta dan jiwa, terkadang jihad itu wajib dengan jiwa semata (hal ini berlaku)
bagi orang yang tidak mempunyai harta dan adakalanya wajib hanya dengan harta
tidak dengan jiwanya, yaitu bagi orang yang tidak mampu untuk berjihad dengan
badannya namun dia termasuk orang yang mempunyai harta.
Tujuan utama dari Jihad di dalam Islam adalah menghilangkan kekafiran dan
kesyirikan, mengeluarkan manusia dari gelapnya kebodohan, membawa mereka kepada
cahaya iman dan ilmu, menumpas orang-orang yang memusuhi Islam, menghilangkan
fitnah, meninggikan kalimat Allah SWT,
menyebarkan agamaNya, serta menyingkirkan setiap orang yang menghalangi
tersebarnya dakwah Islam.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Pengertian Jihad
Jihad di jalan Allah SWT adalah
mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi orang-orang kafir
dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan meninggikan kalimat-Nya.
Yang terpenting jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan
dan menjadi sebab kokoh dan kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan
kehinaan) bila umat Islam meninggalkan jihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan
dalam hadits yang shohih :
|
Dari Ibnu Umar beliau berkata : Aku
mendengar Rasulullaah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian
telah berjual beli ‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta
meninggalkan jihad maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan).
Allah tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.”
(HR. Abu Daud)
Sedangkan Pengertian jihad
menurut para ulama seperti Ibnu Qadama Al Maqdisi, Ibnu Taymiyyah dan Ibnu
Aabideen: “Perjuangan dengan segenap
usaha hanya karena Alloh, dengan jiwa, didukung dengan harta, perkataan,
mengumpulkan bantuan para Mujahidin atau dengan cara yang lain untuk membantu
perjuangan” (seperti halnya melatih orang). Mereka mengambil dari ayat,
“...Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat,
dan berjihadlah dengan harta dan dirimu…..” (QS. 9:41), sebagai keterangan
dari pengertian tersebut.
Di samping juga
jihad bukanlah perkara mudah bagi jiwa dan memiliki hubungan dengan pertumpahan
darah, jiwa dan harta yang menjadi perkara agung dalam Islam sebagaimana
disampaikan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَعْرَاضَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
“Sesungguhnya darah, kehormatan dan
harta kalian diharamkan atas kalian (saling menzholiminya) seperti kesucian
hari ini, pada bulan ini dan di negri kalian ini sampai kalian menjumpai Robb
kalian. Ketahuilah apakah aku telah menyampaikan ?” Mereka menjawab, “Ya”. Maka
beliau pun bersabda, “Ya Allah persaksikanlah, hendaklah orang yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang disampaikan lebih
mengerti dari yang mendengar langsung. Maka janganlah kalian kembali kufur
sepeninggalku, sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya.” (Muttafaqun
‘Alaihi) [3]
3.2.
Tujuan Jihad
Tujuan utama
dari Jihad di dalam Islam adalah menghilangkan kekafiran dan kesyirikan, mengeluarkan
manusia dari gelapnya kebodohan, membawa mereka kepada cahaya iman dan ilmu,
menumpas orang-orang yang memusuhi Islam, menghilangkan fitnah, meninggikan
kalimat Allah SWT, menyebarkan agamaNya, serta menyingkirkan setiap
orang yang menghalangi tersebarnya dakwah Islam. Jika tujuan ini dapat dicapai
dengan tanpa peperangan, maka tidak diperlukan peperangan. Tidak boleh
memerangi orang yang belum pernah mendengar dakwah kecuali setelah mendakwah mereka
kepada Islam. (Namun jika dakwah telah disampaikan) dan mereka menolak maka
pemimpin Islam harus memerintahkan mereka untuk membayar jizyah, dan
jika mereka tetap menolak, maka barulah memerangi mereka dengan memohon
pertolongan Allah SWT.
Jika sebelumnya
dakwah Islam telah sampai kaum tersebut (dan mereka tetap menolaknya) maka
boleh memerangi mereka dari sejak semula, karena Allah SWT menciptakan manusia
untuk beribadah kepadaNya. Tidak diizinkan memerangi mereka kecuali bagi mereka
yang bersikeras mempertahankan kekafiran, atau berbuat zalim, memusuhi Islam,
serta menghalangi manusia untuk memeluk agama ini atau bagi mereka yang
menyakiti kaum muslimin. Rasulullah SAW tidak pernah memerangi satu kaumpun
kecuali setelah mengajak mereka kepada agama Islam.
3.3.
Hukum Jihad
Berjihad
di jalan Allah hukumnya fardu kifayah. Jika sebagian kaum muslimin telah
melakukannya maka gugurlah kewajiban itu bagi sebagian yang lain.
Jihad diwajibkan kepada
setiap orang yang mampu berperang dalam beberapa keadaan seperti:
a.
Apabila dirinya telah masuk dalam barisan peperangan.
b.
Jika pemimpin memobilisasi masyarakat secara umum.
c.
Jika suatu negeri/ daerah telah dikepung oleh musuh.
d.
Jika dirinya adalah orang yang sangat dibutuhkan dalam peperangan,
seperti dokter, pilot, dan yang semisalnya.
Allah SWT
berfirman "Berperanglah kalian dengan sendiri-sendiri atau
berkelompok-kelompok, dan berjuanglah di jalan Allah dengan harta dan jiwa
kalian. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui."
(QS. At-Taubah: 41).
Jihad di jalan
Allah SWT adakalanya wajib
dengan jiwa dan harta sekaligus, yaitu bagi setiap orang yang mampu dari segi
harta dan jiwa, terkadang jihad itu wajib dengan jiwa semata (hal ini berlaku)
bagi orang yang tidak mempunyai harta dan adakalanya wajib hanya dengan harta tidak dengan jiwanya, yaitu bagi
orang yang tidak mampu untuk berjihad dengan badannya namun dia termasuk orang
yang mempunyai harta.
-
Allah SWT berfirman,
"Perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah dan agama itu hanyalah
milik Allah SWT dan jika mereka
berhenti (berperang) maka tidak boleh memusuhi kecuali atas orang-orang yang
zalim." (QS.Al-Baqarah: 193)
-
Dari Anas bin Malik as bahwa Rasulullah saw bersabda, "Perangilah
kaum musyrik dengan harta, jiwa, dan lisan kalian." (HR. Abu Dawud dan
Nasa'i).
3.4.
Macam-macam
Jihad
Jihad dibagi
menjadi beberapa bagian berdasarkan muatan yang berbeda:
1.
Berdasarkan alat yang dipakai terbagi menjadi tiga bagian; jihad
dengan jiwa, harta dan lisan.
2.
Berdasarkan target sasaran jihad terbagi menjadi empat bagian,
berjihad melawan hawa nafsu dan setan, melawan orang-orang munafik, dan melawan
orang-orang fasik dan dzalim.
a.
Jihad melawan jiwa dan hawa nafsu (Jihad an-nafs): yaitu
berjihad melawan hawa nafsu untuk belajar agama, mengamalkan, berdakwah
terhadapnya dan bersabar terhadap cobaan yang dihadapinya.
Allah Ta’ala
berfirman,
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka
itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah:
24).
Allah menjelaskan bahwa kepemimpinan agama hanyalah didapatkan
dengan kesabaran dan yakin, lalu dengan kesabaran ia menolak syahwat dan
keinginan rusak dan dengan yakin ia menolak keraguan dan syubhat.
jihad memerangi jiwa, sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaih wa sallam,
وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
“Mujahid adalah orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam ketaatan kepada
Allah dan Muhajir adalah orang yang berhijrah dari larangan Allah.” (HR. Ahmad
6/21, sanadnya shahih, -ed)
b.
Jihad melawan setan (jihad asy-syaitan): yaitu berjihad
untuk melawan apa yang disebarkan oleh syetan berupa keraguan dan syahwat
kepada seorang hamba.
Jihad melawan
syetan ini hukumnya fardhu ‘ain juga karena berhubungan langsung dengan setiap
pribadi manusia, sebagaimana firman Allah,
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوّاً
“Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia
musuh(mu).” (QS. Fathir: 6)
c.
Jihad melawan orang-orang yang dzalim dan pelaku bid'ah dan
kemungkaran, yaitu: berjihad melawan mereka dengan menggunakan tangan
(kekuatan) jika mampu, dan jika tidak maka menggunakan lisan atau hati, sesuai
dengan kondisi dan maslahat yang terbaik bagi Islam dan kaum muslimin.
d.
Jihad melawan orang kafir dan munafik : yaitu berjihad melawan
mereka dengan menggunakan hati, lisan, harta atau jiwa dan inilah yang dimaksud
disini (perang melawan orang-orang kafir dan munafik).
Sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu,
جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
“Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan
kalian.” (HR. Abu Daud no. 2504, An Nasai no. 3096 dan Ahmad 3/124. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, -ed)
Jihad diwajibkan atas :
1.
Setiap muslim.
2.
Baligh.
3.
Berakal.
4.
Merdeka.
5.
Laki-laki.
6.
Mempunyai kemampuan untuk berperang.
7.
Mempunyai harta yang cukup baginya dan keluarganya selama
kepergiannya dalam berjihad.
Bagi kaum wanita
tidak ada jihad, jihad mereka adalah haji dan ‘umrah. Hal ini berdasarkan
hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah Radhiyallahu
‘anha, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai
Rasulullah, apakah kaum wanita wajib berjihad? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab: ‘Ya, kaum wanita wajib berjihad (meskipun) tidak ada
peperangan di dalamnya, yaitu (ibadah) haji dan ‘umrah.’”
Bila umat Islam meninggalkan jihad
di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shohih [1],
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Dari Ibnu Umar
beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian telah berjual beli
‘inah, mengambil ekor sapi dan ridho dengan pertanian serta meninggalkan jihad
maka Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah tidak
mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian.”
(HR. Abu Daud)
3.5. Adab dalam
Berjihad
1. Termasuk adab dalam berjihad adalah : tidak berbuat
khianat, tidak membunuh wanita dan anak kecil, orang tua, para pendeta dan
rahib (ahli ibadah ) yang tidak ikut berperang, akan tetapi jika mereka ikut
berperang atau mereka ikut menyusun siasat perang maka mereka boleh dibunuh.
-
Termasuk di antara adab berjihad adalah bersih dari sifat ujub
atau takabur, sombong dan riya' serta tidak mengharapkan bertemu dengan musuh
dan tidak boleh (menyiksa dengan) membakar manusia atau hewan.
-
Diantaranya juga, mendakwahkan Islam kepada musuh sebelum
berperang, jika mereka tidak bersedia, maka mereka disuruh membayar jizyah atau
upeti, namun jika menolak maka mereka boleh diperangi.
-
Diantara adab jihad adalah berlaku sabar dan ikhlas serta menjauhi
kemaksiatan, banyak berdo'a untuk memperoleh kemenangan dan pertolongan Allah I, diantara do'a tersebut adalah:
اَللّهُمَّ
مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ
السَّحَابَ وَهَازِمَ اْلأَحْزَابَ اِهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ
"Ya Allah yang menurunkan Kitab
Al-Qur'an, menjalankan awan, serta yang mengalahkan pasukan musuh, kalahkanlah
mereka dan tolonglah kami untuk melawan mereka." (Muttafaq
'alaih).
Apabila takut
terhadap musuh maka hendaknya berdo'a:
اَللّـهُمَّ
إِناَّ نَجْعَلُكَ فِي نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ شُرُوْرِهِمْ
"Ya Allah, sesungguhnya kami
menjadikan-Mu di leher-leher mereka dan kami berlindung kepada-Mu dari
kejahatan mereka." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
2. Kewajiban Seorang Pemimpin Dalam Berjihad
Seorang Imam atau yang
mewakilinya berkewajiban meneliti pasukan dan perlengkapan senjata mereka saat
akan menuju medan perang, menolak orang yang hendak mengacau atau mereka yang
tidak layak untuk ikut berjihad, dan tidak boleh meminta bantuan kepada orang
kafir dalam berjihad kecuali dalam keadaan darurat. Dia juga berkewajiban
menyediakan bekal dan berjalan dengan tenang, mencari tempat bersinggah yang
bagus untuk pasukannya dan melarang mereka dari perbuatan kerusakan dan maksiat
sebagaimana dianjurkan baginya untuk selalu memberikan nasehat guna menguatkan
jiwa para pasukan dan mengingatkan mereka akan keutamaan mati syahid.
Menyuruh
mereka untuk bersabar dan mengharapkan pahala dalam berjihad, membagi tugas
antara pasukan, menugaskan orang untuk berjaga, menyebarkan mata-mata guna
mengintai musuh, dan memberikan tambahan dari rampasan perang kepada sebagian
pasukan (yang dianggap lebih berjasa) seperti menambah seperempat bagian ketika
berangkat dan sepertiga ketika pulang selain seperlima gonimah (yang merupakan
bagian Allah dan RasulNya), serta bermusyawarah dengan para ulama dan
cendekiawan dalam masalah ini.
3. Kewajiban
Pasukan
Semua pasukan
wajib menaati peminpinnya atau yang mewakilinya selagi tidak memerintahkan
untuk berbuat kemaksiatan kepada Allah, wajib bersabar bersama mereka dan tidak
menyerang musuh kecuali dengan perintah pinpinan, tetapi jika musuh menyerang
dengan tiba-tiba maka mereka boleh membela diri. Jika salah seorang dari
pasukan musuh mengajak duel satu lawan satu, maka bagi orang yang merasa mampu
dan berani disunnahkan atau dianjurkan untuk menerima tantangannya setelah
meminta izin kepada pemimpin pasukan. Dan siapa saja yang keluar untuk berjihad
di jalan Allah dengan membawa senjata miliknya sendiri kemudian meninggal maka
dia mendapatkan dengannya dua pahala.
4. Jika seorang peminpin
ingin menyerang suatu negeri atau kabilah yang berada di arah utara misalnya,
Maka hendaklah ia berusaha mengelabui
musuh sehingga dirinya sekan-akan menyerang dari arah selatan, karena
peperangan adalah tipu daya, dan hal ini memiliki dua manfaat:
Pertama : Mengurangi jumlah korban nyawa dan harta dari kedua belah pihak,
dan hal itu lebih baik.
Kedua : Menghemat kekuatan kaum muslimin baik dari
segi jumlah pasukan maupun perlengkapan perang yang harus dikeluarkan.
Diriwayatkan oleh Ka'ab t bahwa jika
Rasulullah r ingin melakukan
sebuah peperangan, maka beliau berusaha mengelabui musuh (dengan menunjuk) ke
arah yang berlainan. (Muttafaq 'alaih)
5. Waktu berperang
Dari
Nu'man bin Mukarrin t berkata:
"Aku melihat Rasulullah r jika beliau
tidak memulai peperangan di pagi hari maka beliau menundanya hingga tergelincir
matahari dan waktu angin berhembus sehingga turunlah kemenangan." (HR. Abu
Dawud dan Tirmidzi). Jika musuh menyerang kaum muslimin dengan tiba-tiba maka
wajib bagi maum muslimin untuk melawan mereka kapan saja serangan itu datang.
6.
Turunnya pertolongan Allah
Allah
telah menjanjikan pertolongan dan kemenangan untuk para walinya, akan tetapi
kemenangan ini akan diperoleh setelah memenuhi beberapa syarat, diantaranya:
A.
Sempurnanya iman yang haikiki dalam hati mereka (para mujahidin):
"Dan Kami selalu berkewajiban untuk menolong orang-orang yang
beriman." (QS. Ar-Rum: 47).
B.
Memenuhi tuntutan keimanan berupa amal sholeh dalam kehidupan
mereka:
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang
menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka
bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali
segala urusan." (QS. Al-Hajj: 40-41).
C.
Mempersiapkan kekuatan perang sesuai dengan kemampuan mereka:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan
musuhmu…." (QS. Al-Anfal: 60).
D.
Mengerahkan segala kemampuan yang
dimiliki dalam medan jihad, Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan)
Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."
(QS. Al-Ankabut: 69).
"Hai orang-orang yang beriman. Apabila kamu memerangi pasukan
(musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya[620] agar kamu beruntung. Dan taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS.
Al-Anfal: 45 -46).
Dengan
demikian maka Allah akan bersama mereka dan pertolongan-Nya akan turun kepada
mereka seperti yang telah diturunkan kapada para nabi dan Rasul r sebagaimana hal
itu telah terjadi para Rasul r dan para
sahabatnya pada peperangan mereka.
E.
Apabila seorang muslim menegakkan kebenaran karena Allah, niscaya
Allah akan mencukupkan segala kebutuhannya sekalipun dimusuhi oleh semua
makhluk yang ada di langit dan di bumi. Adapun kegagalan dan musibah yang
menimpa mereka tidak lain disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat-syarat ini
atau sebagiannya. Siapa saja yang berjuang dalam kebatilan maka dia tidak akan
ditolong, dan jika menang maka kemenangan itu tidak akan membawa kebaikan
baginya, dia hanyalah kerendahan dan kehinaan.
Dan
jika seorang hamba melakukan suatu kebaikan (seperti berjihad) bukan karena
Allah, melainkan untuk mengharapkan pujian atau sanjungan dari manusia, maka
diapun tidak akan mendapat pertolongan, karena pertolongan Allah hanyalah
diberikan kepada orang-orang yang berjihad agar kalimat Allah menjadi yang
paling tinggi, dan pertolongan Allah didatangkan sesuai dengan tingkat
kesabaran dan kebenaran yang dia milikinya, karena dengan kesabaran itulah dia
akan selalu ditolong, dan jika orang yang bersabar tersebut di dalam kebenaran,
maka dia akan memperoleh akibat yang baik karenanya, dan jika tidak terpenuhi
niscaya dia tidak akan memperolehnya.
7. Hukum lari dari
medan perang.
Jika
peperangan telah berkecamuk dan dua pasukan telah bertemu maka seorang mujahid
tidak boleh melarikan diri kecuali dalam dua kondisi yaitu, lari untuk mempersiapkan
peperangan kembali atau bergabung ke dalam pasukan kaum muslimin yang lain.
Sebagaimana firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah
kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka
(mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak
menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu
kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka
Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya." (QS. Al-Anfal: 15-16)
8. Keutamaan mati
syahid di jalan Allah:
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati ; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya
dengan mendapat rezki." (QS. Ali Imran: 169)
Dari Anas r.a dari Nabi SAW : beliau bersabda, "Tiada seorangpun yang telah masuk surga lalu ingin kembali ke
dunia untuk memperoleh sesuatu yang ada di dalamnya kecuali orang yang mati
syahid (syuhada). Dia berharap untuk kembali ke dunia sehingga terbunuh kembali
(sebagai syahid) sebanyak sepuluh kali, karena apa yang didapakannya dari
kemuliaan (bagi para syuhada)." (Muttafaq 'alaihi)
Arwahnya
para syuhada berada di dalam tembolok-tembolok burung berwarna hijau di dalam
sangkar-sangkar yang tergantung di atas Arsy, mereka berterbangan di dalam
surga kea rah mana saja mereka inginkan, dan para syuhada diberikan enam
kemuliaan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah r, "Sesungguhnya para syuhada
mendapatkan enam kemuliaan di sisi Allah: Allah akan mengampuninya pada waktu
darahnya keluar pertama kali dari tubuhnya, diperlihatkan untuknya tempat
duduknya di surga, diberi hiasan dengan perhiasan iman, dinikahkan dengan
tujupuluh dua orang bidadari dari surga, diselamatkan dari siksa kubur,
mendapatkan keamanan dari ketakutan yang sangat besar (kegoncangan di padang
mahsyar), dipakaikan baginya mahkota kerendahan hati yang sebutir mutiaranya
lebih baik dari dunia seisinya, dan diperbolehkan baginya untuk memberikan
syafaat bagi tujuhpuluh orang kerabatnya." (HR. Sa'id bin Mansur dan
Baihaqi dalam Su'ab al Iman–lihat pula Silsilah Hadits Shohihah No.3213-).
Orang
yang terluka dalam berjihad di jalan Allah akan datang pada hari kiamat dengan
lukanya yang mengeluarkan darah, namun baunya seharum misk, dan mati syahid di
jalan Allah bisa menghapuskan semua dosa-dosa kecuali hutang.
Barangsiapa
yang khawatir ditawan oleh musuh karena tidak mampu menghadapi mereka, maka dia
boleh menyerahkan diri atau melawan hingga mati atau menang.
Barangsiapa
yang memasuki negeri musuh atau menyerang pasukan kafir dengan tujuan
menghancurkan mereka dan menimbulkan ketakutan pada hati-hati musuh, terutama
orang-orang Yahudi yang melampaui batas, kemudian terbunuh maka ia telah
memperoleh pahala para syuhada dan orang-orang yang bersabar dalam berjihad di
jalan Allah.
9. Tawanan perang terbagi
menjadi dua:
a. Para wanita dan
anak kecil, mereka secara otomatis menjadi budak dan hamba sahaya.
b. Tawanan
laki-laki yang ikut berperang, seorang imam dibolehkan memilih antara
melepaskan mereka tanpa tebusan atau menuntut tebusan kepada musuh, atau
membunuh mereka, atau memperbudak mereka, hal itu tergantung pada maslahat yang
terbaik.
3.6.
Jihad dan
Terorisme
Terorisme tidak bisa
dikategorikan sebagai Jihad. Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak
mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama
dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak
hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan
harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).
Mengapa
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah
baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya
dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari
sisi Engkau !".(QS 4:75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam
namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa
disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul,
kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah)
yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.
Penentangan teror melalui bunuh diri sudah tergambar dalam
sebuah ayat didalam Al-Qur'an dan hadist. Firman Allah dalam surah An-Nisaa, “Dan janganlah
kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha menyayangi kalian.” (QS.
An-Nisaa’: 29) dan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Muhammad bersabda, “Barangsiapa
yang bunuh diri dengan menggunakan suatu alat/cara di dunia, maka dia akan
disiksa dengan cara itu pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang ada maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
Jihad adalah
salah satu syi’ar Islam yang terpenting dan me-rupakan puncak keagungannya.
Kedudukan jihad dalam agama sangat penting dan senantiasa tetap terjaga. Jihad
fii sabiilillaah tetap ada sampai hari Kiamat.
Karena Jihad di jalan Allah SWT adalah
mengerahkan segala kemampuan dan tenaga untuk memerangi orang-orang kafir
dengan tujuan mengharap ridha Allah SWT dan meninggikan kalimatNya.
Yang terpenting
jihad adalah amal kebaikan yang Allah syari’atkan dan menjadi sebab kokoh dan
kemuliaan umat islam. Sebaliknya (mendapatkan kehinaan) bila umat Islam
meninggalkan jihad di jalan Allah
4.2.
Saran
Jihad tidak
dapat lepas dari Hukum Hadist & Sunah-Nya. Maka Laksanakanlah Sunah Rasul
ini dengan pengetahuan yang sebenarnya, agar Jihad yang kita amalkan bernilai
kebenaran dalam agama yang pastinya akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA